1.1 Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan suatu proses dengan mana pembinaan tingkah laku perbuatan
dilaksanakan atau dengan kata lain manusia atau anak harus belajar berfikir, berperasaan
dan bertindak lebih sempurna dan baik daripada sebelumnya (Saifullah,1982:37).
Dalam proses pembelaran sejarah bukan sekedar menghafalkan fakta-fakta melalui
proses mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Namun lebih dari itu sejarah
seyogjanya membimbing dan memotivasi siswa, untuk mengambil hikmah untuk
kebijaksanaan untuk masa kini dan masa depan melalui proses refleksi ke masa
lalu. Sejarah adalah guru kehidupan yang membuat orang lebih arif dan bijaksana
(Issom,23).
Sejarah
sebagai ilmu hendaknya jangan hanya dijadikan sebagai wawasan tanpa kesadaran
untuk menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sejarah pula
kita dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak mengulanginya dimasa yang
akan datang. Tetapi pada kenyataanya masih banyak siswa yang mempelajari
sejarah hanya sebagai wawasan tanpa menerapkannya kedalam kehidupan mereka.
Banyak
siswa yang mengikuti mata pelajaran sejarah hanya mengalir begitu saja, mereka
hanya menghafal fakta-fakta sejarah yang disampaikan oleh guru mereka dan yang
terpenting mereka dapat menjawab soal-soal yang diujikan oleh guru mereka. Sedikit
dari mereka yang menyadari bahwa dengan mengikuti mata pelajaran sejarah selain
dapat dijadikan sebagai bahan untuk tidak mengulangi kesalahan dimasa yang akan
datang tetapi juga dapat digunakan sebagai alat untuk menumbuhkan rasa cinta
terhadap tanah air, serta mengedepankan kepentingan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi.
Tetapi
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan cara belajar dan mengajar yang baik. Banyak
siswa mengaku bahwa dalam mempelajari sejarah yang terpenting adalah mereka dapat
menjawab soal-soal yang diujikan oleh guru mereka. Dan ada beberapa penyebab
yang diungkapkan oleh siswa mengapa mereka hanya hanya menganggap sejarah
sebagai sebuah wawasan tanpa diikuti dengan kesadaran sejarah. Hal inilah yang
menjadi latar belakang penulisan makalah yang berjudul Kurangnya Keseimbangan
Antara Wawasan Sejarah dan Kesadaran Sejarah.
2.1 Rumusan Masalah
(1) Mengapa siswa menjadikan mata pelajaran
sejarah hanya sebatas wawasan sejarah?
(2) Bagaimana seharusnya sikap pendidik untuk
menyeimbangkan antara wawasan sejarah dengan kesadaran sejarah anak didiknya?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Mata
Pelajaran Sejarah Bukan Hanya Digunakan Sebagai Wawasan Sejarah
Ketika
melakukan wawancara dengan beberapa siswa dari SMAN 1 Rejotangan,Tulungagung siswa
berpendapat bahwa ketika mengikuti mata pelajaran sejarah mereka ikuti dengan
begitu saja. Mereka mendengar apa yang disampaikan oleh guru mereka, tetapi
hanya sebatas mendengar dan tanpa ada suatu kesadaran untuk merefleksikan ke
dalam kehidupan mereka. Banyak dari mereka yang kurang menyadari bahwa dengan
mengikuti pelajaran sejarah mereka dapat menghindari kesalahan di masa yang
akan datang.
Memang
menyukai mata pelajaran sejarah, karena penjelasan guru mudah diterima tetapi
terkadang juga merasakan kebosanan karena masih banyak siswa yang tidak
mendengarkan penjelasan guru jadi konsentrasi mudah terpecah. Dan terkadang
ketika setelah menyimak materi yang telah disampaikan guru timbul rasa bangga
kepada NKRI tetapi juga kebencian pada pemerintah saat ini (Asmo,siswa kelas xi
IPS).
Dari
keterangan salah satu siswa diatas memang benar sejarah dapat memicu kebanggaan
kepada NKRI tetapi dari sejarah pula kita dapat membenci suatu pemerintahan
saat ini. Ini dikarenakan kita tidak pernah belajar dari sejarah masa lampau
kita hanya menjadikan sejarah sebatas wawasan tanpa kesadaran untuk
menerapakanya kedalam kehidupan agar kesalahan dimasa lampau tidak terulang
dimasa sekarang ataupun masa yang akan datang.
Selain
itu juga ada siswa yang berpendapat bahwa pelajaran sejarah itu membosankan
karena banyak hafalanya beda dengan mata pelajaran kimia, fisika, maupun, matematika
yang langsung latihan kepada soal-soal. Dan lebih suka menyimak sejarah
Indonesia dari pada sejarah Internaisonal seperti revolusi. Karena sejarah
Internasional hafalanya lebih sulit dibanding sejarah nasional. Tetapi jika
sejarah nasional lebih disukai, apalagi jika media pembelajaranya menggunakan
film dokumenter. Pasti pelajaran sejarah tidak membosankan dan menarik
(Dewi,siswi xi IPA).
Mengikuti
pelajaran sejarah biasa-biasa saja, yang terpenting adalah bagaimana dapat
menjelaskan kembali peristiwa-peristiwa sejarah yang diterangkan oleh guru.
Kurang begitu menyadari bahwa kita dapat belajar dari peristiwa sejarah masa
lampau. Karena kebanyakan sejarah politik, pemerintahan dan belum tentu kelak nanti
menjadi seorang politikus. Pelajaran sejarah hanya sebagai pelajaran untuk
mengetahui sejarah suatu negara atau bangsa. Jika mengenai kesadaran sejarah
belum begitu menyadari karena kesadaran timbul hanya seketika itu tetapi dilain
waktu kesadaran itu hilang begitu saja dan tidak menyadari bahwa peristiwa yang
sekarang terjadi merupakan peristiwa
yang hampir sama dengan pelajaran sejarah yang pernah disampaikan oleh guru
(Nina,siswi xii IPS).
Sebenarnya
yang terpenting dari mata pelajaran sejarah bukan hanya untuk dihafal maupun
diujikan dan nanti hasil dari ujian tersebut mendapat nilai yang memuaskan. Lebih
dari itu mata pelajaran sejarah butuh pemahaman dan pengamalan nilai-nilai yang
terkandung didalam suatu kejadian yang terjadi di masa lampau. Karena tujuan dari
pendidikan sejarah itu sendiri adalah bagaimana cara kita untuk mendapat
inspirasi dari suatu peristiwa sejarah agar kita dapat bertindak lebih baik
dari sebelumnya. Dimana salah satu fungsi sejarah adalah memiliki guna inspirasi.
Selain
itu sejarah juga merupakan suatu peristiwa bersifat unik, unik yang dimaksud
adalah sejarah yang pernah terjadi dimasa lampau tidak dapat terulang kembali
dimasa yang akan datang. Meskipun kejadianya sama tapi waktu, tempat,maupun
tokoh yang mengalami peristiwa sejarah tersebut sudah berbeda. Jadi bukan
bagaimana kita menyadari bahwa suatu peristiwa sejarah pernah terjadi
sebelumnya, tetapi yang terpenting adalah kita pernah belajar sejarah masa
lampau dan dari peristiwa masa lampau tersebut terdapat kesalahan-kesalahan,
dan jangan sampai kita mengulangi kesalahan tersebut dimasa sekarang maupun
masa yang akan datang.
Sifullah
(1982: 37,39) pendidikan harus diarahkan kepada anak agar padanya ada kesadaran
pribadi dan kesadaran bertanggungjawab akan segala akibat tingkat perbuatanya. Usaha
pendidikan harus diarahkan ke pengembangan pada diri anak manusia kesegala segi
kehidupan pribadinya, baik segi mental, moral, spirit ataupun segi
phisik-jasmaniahnya dan juga inteleknya sehingga mereka mampu mengambil bagian
yang aktif dalam kehidupan sehari-hari seefektif dan seefisien mungkin.
Mata
pelajaran sejarah merupakan bagian dari ilmu karena sejarah memang memenuhi
syarat-syarat sebagai ilmu. Maka dari itu sejarah sudah dapat dijadikan sebagai
salah satu bagian dari pendidikan, jadi sudahlah jelas bahwa mata pelajaran
sejarah bukanya hanya sekedar hanya dijadikan wawasan. Tetapi dengan adanya
wawasan sejarah siswa mempunyai kesadaran untuk bertindak lebih baik dari masa
sebelumnya. Jadi selain kemampuan intelektualnya dalam menguasai materi-materi
sejarah tetapi siswa juga mampu mengembangkan dirinya dalam segala segi
kehidupan pribadinya, baik mental, moral, spirit, maupun segi fisik.
Sejarah
sebagai bidang pengetahuan yang memuat pengetahuan tentang berbagai peristiwa
lampau dalam perjuangan suatu bangsa dapat merupakan sumber pelajaran mengenai
berbagai peristiwa yang dapat mencerminkan penerapan berbagai nilai sebagai
nampak dalam tekad ,tindakan,dan perjuangan para pendahulu kita pada berbagai
kurun sejarah. Melalui pelajaran sejarah ,anak didik dapat diajak juga
memperoleh ispirasi dan imajinasi bagaimana tokoh pergerakan nasional
meninggalkan kenikmatan hidup dalam bekerja dengan Belanda dan memilih dibuang
dan dipenjara demi kemerdekaan bangsa. Melalui pelajaran sejarah anak didik
belajar pula mengapa Indonesia sampai dijajah begitu lama, dan tidak untuk
mengulangi sejarah suram tersebut, yaitu sikap mengutamakan ketenaran dan
keenakan pribadi diatas kepentingan persatuan dan kejayaan bangsa. Melalui
pelajaran sejarah anak didik atau peserta didik dapat juga diajak serta
menyaksikan betapa nilai kemanusiaan yang adil dan beradab tidak dimiliki
bangsa akibat penjajahn dan betapa nilai yang sama telah membakar semangat dan
mengobarkan api perjuangan merebut kembali kemerdekaan (Soedijarto,1989:140).
Dari
beberapa uraian diatas jelaslah bahwa pelajaran sejarah bukan hanya sebagai
wawasan yang menjadikan seseorang pandai dengan menguasai sejarah negerinya. Tetapi
yang terpenting adalah bagaimana anak didik mampu menyerap nilai-nilai yang
terkandung didalam sebuah peristiwa sejarah. Bagaimana nila-nilai tersebut dia
gunakan sebagai pedoman untuk bertingkah laku dimasa yang akan datang. Wawasan
sejarah yang luas tidak akan ada artinya jika kita tidak diimbangi degan
kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah yang dimaksud disini adalah kesadaran
untuk mengambil nila-nilai positif dari sebuah peristiwa sejarah dan kemudian
menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari bahkan sebagai pedoman untuk bertindak
dimasa sekarang maupun masa depan.
Dengan
mempelajari sejarah, kita secara tidak langsung juga diajarkan bagaimana menempatkan
kepentingan pribadi diatas kepentingan bangsa dan negara. Kita juga belajar
bahwa jangan sampai kesalahan-kesalahan yang terjadi dimasa lampau terulang
dimasa kini maupun masa yang akan datang. Dan melalui pelajaran sejarah pula
siswa dapat memahami mengenai persatuan dan kesatuan serta betapa pentingnya
nilai-nilai kemanusiaan. Begitu banyak fungsi mata pelajaran sejarah yang
secara tidak langsung jika kita mau menghayati dan melaksanakan kedalam kehidupan
kita. Sejarah bukan lagi berisikan hafalan-hafalan dan bukan pula sekedar
ceramah-ceramah yang membuat siswa bosan. Lebih dari itu banyak nilai-nilai
kehidupan yang dapat kita pelajari dan kita praktekkan kedalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
Pelajaran
sejarah oleh peserta didik dapat digunakan sebagai sumber untuk memperoleh
inspirasi, pengetahuan, dan imajinasi tentang nila-nilai perjuangan bangsa yang
telah mendorong perjuangan dan menjadi landasan bertindak dari pendahulu kita.
Melalui pendidikan sejarah para pelajar diharapkan dapat mencapai tingkatan
lebih dari hanya memperoleh inspirasi, pengetahuan, dan imajinasi tentang
nilai-nilai perjuangan,yaitu menjadikan nilai-nilai itu sebagai miliknya, bagian
dari sistem nilai yang dianutnya, menjadi dasar acuan dalam bertindak dan
bertingkah laku. Proses menjadikan nilai sebagai bagian dari seseorang disebut
proses internalisasi (Soedijarto,1989:144).
Dari
uraian-uraian diatas jelaslah bahwa yang terpenting dalam pembelajaran sejarah
adalah bagaimana siswa menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam
peristiwa sejarah dan dijadikan sebagai landasan untuk bertindak agar menjadi
manusia yang lebih baik. Dengan pelajaran sejarah kita dapat memperoleh sumber
pengetahuan yang luas, memiliki wawasan sejarah yang luas. Tetapi mata
pelajaran sejarah bukan hanya sebagai wawasan tanpa adanya kesadaran untuk
mengambil nilai-nilai positif dari peristiwa masa lampau untuk dijadikan
pegangan hidup dan tidak mengulangi kesalahan dimasa lampau.
Dengan
adanya kesadaran sejarah,mengambil nilai-nilai positif dari pelajaran sejarah
dan menjadikan nilai-nilai tersebut menjadi pegangan hidup, diharapkan siswa
tersebut memiliki kemantapan dalam hidupnya. Tidak mengalami kegelisahan serta
kegoyahan dalam hidupnya.Karena seorang pribadi yang memiliki pegangan hidup
yang mantap akan dengan tenang menghadapi segala masalah yang ditemuinya
(Soedijarto,1989:129).
2.2 Sikap Pendidik Dalam Menyeimbangkan
Wawasan Sejarah Dan Kesadaran Sejarah Anak Didiknya
Posisi
pelajaran sejarah bagi pengembangan identitas bangsa. Namun perlu disadari
bahwa arti penting pelajaran sejarah itu tidak dengan sendirinya berkembang
tanpa usaha untuk mewujudkanya. Diperlukan suatu perjuangan yang tak kunjung
berhenti untuk menumbuhkan suatu kesadaran yang disebut kesadaran sejarah, yang
merupakan landasan bagi timbulnya tanggungjawab sejarah yang tidak lain
daripada tanggungjawab tiap generasi untuk menjawab tuntutan jaman pada waktu
mana generasi itu hidup. Untuk itu, dengan sendirinya diperlukan
pendukung-pendukung yang sanggup menunjang usaha-usaha ke arah pengembangan
kesadaran serta tanggungjawab sejarah itu. Dalam hal ini, kiranya pendukung
yang punya posisi sangat menentukan adalah guru sejarah sebab merekalah yang
berhadapan langsung dengan murid-murid yang merupakan salah satu sasaran utama
bagi penanaman nilai-nilai historis yang diinginkan (Widja,1989:14).
Dalam
kenyataan posisi mata pelajaran di sekolah dewasa ini bukan merupakan mata
pelajaran favorit dan populer, serta dianggap mata pelajran hafalan yang
menjemukan. Sejarah kurang diminati siswa, karena dianggap kurang bermanfaat
bagi masa depan dan tidak penting dalam dunia kerja. Keterpurukan posisi
pelajaran sejarah akan bertambah manakala guru sejarahnya kurang menguasai
substansi materi, sedang metode pembelajaran kurang efektif dan kreatif.
Apalagi sejarah bukan termasuk materi yang diajarkan dalam Ebtanas (Issom,25).
Dengan
posisi mata pelajaran sejarah yang memang kurang diminati siswa, guru sejarah
sebagai pemegang kendali dalam proses pembelajaran sejarah harus bekerja lebih
baik lagi. Dia harus pandai menarik minat siswa agar selalu merasa nyaman dan
tertarik dalam proses pembelajran sejarah. Dan jika ini berhasil usaha guru
sejarah yang harus dia lakukan adalah bagaimana dengan kenyamanan dan
ketertarikan siswa terhadapa mata pelajaran sejarah siswa tersebut mampu
menumbuhkan kesadaran sejarah didalam dirinya.Dengan begitu tujuan guru dalam
menyeimbangakan antara wawasan sejarah dan kesadaran sejarah pasti akan
berhasil.
Pada
bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa hendaknya sejarah jangan hanya dijadikan
sebagai wawasan sejarah tanpa kesadaran sejarah. Yang dimaksud dengan kesadaran
sejarah disini adalah bagaimana peserta didik mampu menginternalisasi
nilai-nilai dari sutu peristiwa sejarah dan dijadikan sebagai pedoman untuk
bertindak. Nilai-nilai tersebut dapat kita peroleh salah satunya melalui
pendidikan sejarah. Maka dari itu hendaknya pelajaran sejarah harus memuat
pendidikan nilai. Sedangkan arti dari pendidikan nilai adalah proses yang
direncanakan oleh pendidik atau lembaga pendidikan untuk dialami oleh anak
didik atau peserta didik agar terjadi proses sosialisasi dan internalisasi
nilai-nilai yang dicita-citakan agar nilai-nilai tersebut menjadi bagian dari
pribadi peserta didik (Soedijarto,1989:128).
Pendidikan
merupakan salah satu pilar utama dalam mengantisipasi masa depan, karena
pendidikan selalu diorientasikan pada penyiapan peserta didik untuk berperan
dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses transformasi budaya,
pendidikan diartikan sebagai pewarisan budaya dari satu generasi ke genarasi
yang lain. Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi, pendidikan
diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan terarah kepada
terbentuknya kepribadian peserta didik. Pendidikan sebagai penyiapan warga
negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta
didik agar menjadi warga negara yang baik (Tirtarahardja&Sulo,2008:33-35).
Begitu
juga dengan pendidikan sejarah, peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lampau
dapat dijadikan dasar atau pedoman dalam berperilaku dimasa yang akan datang.
Pendidikan sejarah dapat digunakan sebagai pewarisan budaya, ketika membahas
sejarah yang berhubungan dengan kebudayaan secara tidak langsung kita dapat
mewarisi kebudayaan yang berkembang dimasa lampau. Melalui peristiwa sejarah
masa lampau diharapkan peserta didik mampu mengambil nila-nilai positif dan
menginternalisasikan kedalam kehidupannya sehingga terbentuk pribadi yang baik.
Pelajaran sejarah dapat berfungsi sebagai sarana belajar bagaimana cara menjadi
warga negara yang baik mendahulukan kepentingan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi. Banyak sekali hal-hal yang dapat kita peroleh dalam
pembelajaran sejarah, selain wawasan yang luas setidaknya kesadaran sejarah
harus benar-benar dilaksanakan. Tetapi utuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
cara belajar dan mengajar yang memadai untuk mencapai tujuan.
Didalam
praktek pendidikan di sekolah yang sering terjadi adalah pendidikan yang hanya
terbatas pada suatu proses informasi, yaitu proses pennyampaian informasi dari
pihak pendidik dan proses penerimaan informasi dari pihak anak didik atau
peserta didik. Proses yang demikian sering disebut sebagai proses
mengajar-belajar dan belum sampai kepada proses pendidikan dalam arti
sesungguhnya. Dengan kata lain pengertian pendidikan sesungguhnya adalah
terciptanya suasana, lingkungan, dan interaksi belajar-mengajar yang
memungkinkan terjadinya proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai
(Soedijarto,1989:128).
Berbagai
nilai yang dapat dipetik melalui proses belajar sejarah merupakan nilai yang
dapat mengilhami para pelajar serta membangkitkan imajinasi tentang penting dan
mutlaknya melaksanakan nilai-nilai tersebut. Timbulnya perasaan atau pandangan
tentang pentingnya suatu nilai tidak dengan sendirinya dapat diartikan sebagai
telah tertanam atau telah mempribadinya nilai tersebut dalam diri pelajar yang
bersangkutan. Untuk itu setiap pendidik dalam proses pendidikan sejarah
disamping harus terampil dalam menggali nilai-nilai yang tersirat maupun
tersurat dalam setiap episode sejarah. Harus juga meyakini kebenaranya dan
dapat menularkan sikapnya itu ke dalam pribadi anak didik
(Soedijarto,1989:143-144).
Guru
hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkanya serta senantiasa mengembangkanya dalam arti meningkatkan
kemampuanya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Guru sejarah dituntut
memiliki semangat dan gairah yang tinggi serta kemampuan melibatkan siswa dalam
dimensi proses berfikir masa lampau, masa kini, dan masa depan. Guru senantiasa
dituntut agar senantiasa memperluas dan memperkaya wawasan dan cakrawalanya
dengan mempelajari buku-buku sumber yang berkualitas, memiliki kejelian dan
sikap kritis (Issom,25).
Tetapi
tidak cukup hanya dengan itu, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan
tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuanya ialah guru
dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam
hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru,yaitu mendorong
berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi
pribadi dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa (Usman,1990:9).
Jadi
dalam pembelajaran sejarah guru harus menguasai materi-materi yang akan
diajarkanya. Guru sejarah harus menyampaikan fakta-fakta sejarah kepada peserta
didik. Dengan begitu tujaan pembelajaran sejarah sebagai sebuah wawasan akan
tercapai. Usman(1990:7) karena bagaimanapun juga guru yang berkompeten akan
lebih mampu menciptakan lingungan kelas yang efektif dan akan lebih mampu
megelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Tetapi
tidak hanya cukup dengan itu, untuk membangkitkan kesadaran sejarah peserta
didik, guru harus mampu mendorong siswa berperilaku baik, bercermin pada
peristiwa sejarah masa lampau.
Guru
sejarah hendaknya juga mempunyai keahlian tentang pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik. Selalu memperhatikan aspek-aspek emosionil didalam perkembangan
anak. Guru sejarah harus mampu membimbing peserta didik untuk berfikir kritis.
Kritis dalam menjelaskan berbagai permasalahan sejarah, menentukan dan
menafsirkan nilai-nilai dengan memeriksa bukti-bukti yang ada, dan membuat
kesimpulan harus berdasarkan kenyataan. Mengajarkan kesetiaan kepada keluarga, masyarakat
setempat, dan tanah air hendaknya dilakukan secara istimewa. Kesetiaan disini
tidak perlu berpihak, dimana peserta didik mampu mengembangkan pengertian
tentang hubungan diantara keluarga-keluarga lainya, masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainya, serta bangsanya dengan bangsa yang lainya. Jadi dengan
demikian, peserta didik mengerti bahwa ada hal saling ketergantungan dan
tujuan-tujuan bersama itu sebagai unsur-unsur kesetiaan (Hiil,1956:139).
Seorang
guru sejarah harus mampu memahami anak didiknya. Dia harus mampu membimbing
anak didiknya agar bersifat kritis. Karena melalui pelajaran sejrah inilah guru
harus mampu menjadikan seorang anak kritis dalam segala hal. Menafsirkan
sesuatu harus berdasarkan bukti-bukti yang ada. Menarik kesimpulan dari suatu
masalah harus berdasarkan pada kenyataan. Jelaslah dengan pelajaran sejarah
seorang anak di didik agar selalu berkata jujur, harus pada kenyataan hal ini
juga berkaitan pada cerita-cerita sejarah yang disusun secara kronologis
berdasarkan fakta-fakta yang ada. Melalui pelajaran sejarah pula guru hendaknya
melatih siswanya agar tidak berfikir memihak, artinya tidak berat sebelah. Karena
pelajaran sejarah menjadikan seseorang akan berperilaku arif dan bijaksana.
Selain
itu guru hendaknya selalu memperingatakian siswa mengenai hari-hari besar
nasional. Contohnya ketika guru membahas mengenai sejarah kebangkitan nasional,
pasti guru selalu menyinggung masalah hari kebangkitan nasional. Dimana hari
kebangkitan nasional merupakan bagian dari hari-hari besar nasional. Hari-hari
besar itu perlu diperingati dengan maksud mengingatkan kembali hikmah yang
terkandung dalam peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Jadi memperingati
bukan sekedar merayakan, tetapi mengambil pelajaran dari peristiwa yang
diperingati. Namun dalam merayakan hari besar nasional, tata cara peringatan
disesuaikan dengan sifat dan coraknya. Suasana kekhidmatan, kebesaran, dan
meriah adalah corak umum dari tata cara untuk memperingati hari-hari besar
nasional tersebut (Labboratorium Pancasila IKIP Malang, 1982:49).
Setidaknya
siswa tahu mengenai hari-hari besar nasional dan lebih-lebih diharapkan siswa
juga ikut berpartisipasi dalam peringatan hari-hari besar nasional, meskipun
tidak secara langsung tetapi tetap menjunjung nilai-nilai luhur sejarah bangsa
dengan tetap menghargai sejarah bangsa dan mau menerapakan nilai-nilai tersebut
kedalam kehidupanya sehari-hari sehingga membentuk pribadi yang baik. Yang
terpenting bukanlah bagaimana cara kita memperingati tetapi bagaimana kita
mampu berpartisipasi untuk tetap mengingat sejarah bangsa dan menanamkan jiwa
nasionalisme serta menyerap nilai-nilai luhur dari sejarah bangsa.
Seorang
siswa diharapkan ketika mempelajari sejarah mampu meresapi, menghayati, dan
mengamalkan suatu nilai itupun tidak dapat dicapai melalui suatu proses sehari,
apalagi melalui satu atau dua jam pelajaran, melainkan memerlukan suatu proses
yang panjang dan terus menerus. Mungkin anak didik yang cerdas dapat secepanya
menjelaskan peristiwa-peristiwa sejarah dan komentar tentang peranan sikap
mengutamakan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi dalam perjalanan
sejarah perjuangan bangsa. Cukup jelas kiranya bahwa kemampuan terakhir ini
bukan merupakan tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui pendidikan sejarah
(Soedijarto,1989:139).
Dalam
meresapi, menghayati dan mengamalkan nilai hasil dari pembelajaran sejarah
membutuhkan waktu yang tidak cepat. Maka
dari itu dalam proses pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses
yang terus menerus dalam kehidupan individu. Karena proses belajar terus
menerus tidak hanya terbatas pada membaca, menulis dan berhitung di sekolah
(Cropley,1973:19). Yang terpenting adalah bagaimana siswa mampu mempergunakan alatnya
yaitu nila-nilai yang telah ia resapi sehingga ia jadikan pandangan serta
pedoman dalam hidupnya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelajaran sejarah tidak
cukup hanya dijadikan sebagai wawasan sejarah. Dalam mempelajari sejarah juga
diperlukan kesadaran sejarah. Kesadaran untuk menghayati nila-nilai dari sebuah
peristiwa sejarah dan kemudian mnerapakanya kedalam diri yang selanjutnya akan
membentuk kepribadian yang baik. Yang terpenting adalah kita dapat belajar dari
peristiwa sejarah dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Untuk itu juga
diperlukan seorang guru sejarah, selain berwawasan sejarah yang luas diharapkan
seorang guru sejarah harus mampu menyampaikan kisah-kisah sejarah dan peserta
didiknya mampu menerimanya dan menyerap nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dan menerapkanya kedalam kehidupan mereka agar menjadi pribadi yang baik.
3.2 Saran
Harus ada upaya sadar
dari pendidik maupun peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran sejarah.Agar
tujuan dari pembelajaran sejarah tidak terbatas hanya pada tercapainya wawasan
sejarah yang luas, namun juga diimbangi dengan kesadaran sejarah. Selain
pendidik yang harus pandai dalam memotivasi peserta didiknya mengenai kesadaran
sejarah tetapi juga harus ada kesadaran yang timbul dari dalam diri peserta
didik untuk senantiasa menginternalisasikan nilai-nilai dari pelajaran sejarah
yang mereka dapatkan.
DAFTAR RUJUKAN
Cropley,A.J.
1973. Pendidikan Seumur Hidup
(Drs.M.Sardjan Kadir Ed.). Surabaya: Usaha Nasional
Hiil,C.P.
Tanpa Tahun. Saran-Saran Tentang
Mengajadjarkan Sedjarah. Terjemahan Haksan Wirasutisna. 1956. Jakarta:
Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P dan K.
Issom,Sri Syamsiar.Permasalahn Sekitar
Pembelajaran Sejarah Di Sekolah. Kontroversi
Sejarah Orde Baru. (Online),
(http://books.google.co.id/books?id=zqFy2A8kKdEC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false),
diakses 09 Desember 2012
Laboratorium
Pancasila IKIP Malang. 1982. Pendidikan
Moral Pancasila. Jakarta: Kurnia Esa
Saifullah,Ali.
1982.Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan.
Jakarta: Usaha Nasional
Sodijarto,M.A.
1989. Menuju Pendidikan Nasional Yang
Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka
Tirtarahrdja,Umar
& Sulo,La. 2008. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Usman,Moh.Uzer.
1990. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Wija,I
Gede. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan
Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan