Minggu, 09 Maret 2014

KURANGNYA KESEIMBANGAN ANTARA WAWASAN SEJARAH DAN KESADARAN SEJARAH




1.1       Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses dengan mana pembinaan tingkah laku perbuatan dilaksanakan atau dengan kata lain manusia atau anak harus belajar berfikir, berperasaan dan bertindak lebih sempurna dan baik daripada sebelumnya (Saifullah,1982:37). Dalam proses pembelaran sejarah bukan sekedar menghafalkan fakta-fakta melalui proses mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Namun lebih dari itu sejarah seyogjanya membimbing dan memotivasi siswa, untuk mengambil hikmah untuk kebijaksanaan untuk masa kini dan masa depan melalui proses refleksi ke masa lalu. Sejarah adalah guru kehidupan yang membuat orang lebih arif dan bijaksana (Issom,23).
Sejarah sebagai ilmu hendaknya jangan hanya dijadikan sebagai wawasan tanpa kesadaran untuk menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sejarah pula kita dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak mengulanginya dimasa yang akan datang. Tetapi pada kenyataanya masih banyak siswa yang mempelajari sejarah hanya sebagai wawasan tanpa menerapkannya kedalam kehidupan mereka.
Banyak siswa yang mengikuti mata pelajaran sejarah hanya mengalir begitu saja, mereka hanya menghafal fakta-fakta sejarah yang disampaikan oleh guru mereka dan yang terpenting mereka dapat menjawab soal-soal yang diujikan oleh guru mereka. Sedikit dari mereka yang menyadari bahwa dengan mengikuti mata pelajaran sejarah selain dapat dijadikan sebagai bahan untuk tidak mengulangi kesalahan dimasa yang akan datang tetapi juga dapat digunakan sebagai alat untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, serta mengedepankan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi.
Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan cara belajar dan mengajar yang baik. Banyak siswa mengaku bahwa dalam mempelajari sejarah yang terpenting adalah mereka dapat menjawab soal-soal yang diujikan oleh guru mereka. Dan ada beberapa penyebab yang diungkapkan oleh siswa mengapa mereka hanya hanya menganggap sejarah sebagai sebuah wawasan tanpa diikuti dengan kesadaran sejarah. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah yang berjudul Kurangnya Keseimbangan Antara Wawasan Sejarah dan Kesadaran Sejarah.

2.1       Rumusan Masalah
(1)        Mengapa siswa menjadikan mata pelajaran sejarah hanya sebatas wawasan sejarah?
(2)        Bagaimana seharusnya sikap pendidik untuk menyeimbangkan antara wawasan sejarah dengan kesadaran sejarah anak didiknya?













BAB 2
PEMBAHASAN
2.1       Mata Pelajaran Sejarah Bukan Hanya Digunakan Sebagai Wawasan Sejarah
Ketika melakukan wawancara dengan beberapa siswa dari SMAN 1 Rejotangan,Tulungagung siswa berpendapat bahwa ketika mengikuti mata pelajaran sejarah mereka ikuti dengan begitu saja. Mereka mendengar apa yang disampaikan oleh guru mereka, tetapi hanya sebatas mendengar dan tanpa ada suatu kesadaran untuk merefleksikan ke dalam kehidupan mereka. Banyak dari mereka yang kurang menyadari bahwa dengan mengikuti pelajaran sejarah mereka dapat menghindari kesalahan di masa yang akan datang.
Memang menyukai mata pelajaran sejarah, karena penjelasan guru mudah diterima tetapi terkadang juga merasakan kebosanan karena masih banyak siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru jadi konsentrasi mudah terpecah. Dan terkadang ketika setelah menyimak materi yang telah disampaikan guru timbul rasa bangga kepada NKRI tetapi juga kebencian pada pemerintah saat ini (Asmo,siswa kelas xi IPS).
Dari keterangan salah satu siswa diatas memang benar sejarah dapat memicu kebanggaan kepada NKRI tetapi dari sejarah pula kita dapat membenci suatu pemerintahan saat ini. Ini dikarenakan kita tidak pernah belajar dari sejarah masa lampau kita hanya menjadikan sejarah sebatas wawasan tanpa kesadaran untuk menerapakanya kedalam kehidupan agar kesalahan dimasa lampau tidak terulang dimasa sekarang ataupun masa yang akan datang.
Selain itu juga ada siswa yang berpendapat bahwa pelajaran sejarah itu membosankan karena banyak hafalanya beda dengan mata pelajaran kimia, fisika, maupun, matematika yang langsung latihan kepada soal-soal. Dan lebih suka menyimak sejarah Indonesia dari pada sejarah Internaisonal seperti revolusi. Karena sejarah Internasional hafalanya lebih sulit dibanding sejarah nasional. Tetapi jika sejarah nasional lebih disukai, apalagi jika media pembelajaranya menggunakan film dokumenter. Pasti pelajaran sejarah tidak membosankan dan menarik (Dewi,siswi xi IPA).
Mengikuti pelajaran sejarah biasa-biasa saja, yang terpenting adalah bagaimana dapat menjelaskan kembali peristiwa-peristiwa sejarah yang diterangkan oleh guru. Kurang begitu menyadari bahwa kita dapat belajar dari peristiwa sejarah masa lampau. Karena kebanyakan sejarah politik, pemerintahan dan belum tentu kelak nanti menjadi seorang politikus. Pelajaran sejarah hanya sebagai pelajaran untuk mengetahui sejarah suatu negara atau bangsa. Jika mengenai kesadaran sejarah belum begitu menyadari karena kesadaran timbul hanya seketika itu tetapi dilain waktu kesadaran itu hilang begitu saja dan tidak menyadari bahwa peristiwa yang sekarang terjadi  merupakan peristiwa yang hampir sama dengan pelajaran sejarah yang pernah disampaikan oleh guru (Nina,siswi xii IPS).
Sebenarnya yang terpenting dari mata pelajaran sejarah bukan hanya untuk dihafal maupun diujikan dan nanti hasil dari ujian tersebut mendapat nilai yang memuaskan. Lebih dari itu mata pelajaran sejarah butuh pemahaman dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung didalam suatu kejadian yang terjadi di masa lampau. Karena tujuan dari pendidikan sejarah itu sendiri adalah bagaimana cara kita untuk mendapat inspirasi dari suatu peristiwa sejarah agar kita dapat bertindak lebih baik dari sebelumnya. Dimana salah satu fungsi sejarah adalah memiliki guna inspirasi.
Selain itu sejarah juga merupakan suatu peristiwa bersifat unik, unik yang dimaksud adalah sejarah yang pernah terjadi dimasa lampau tidak dapat terulang kembali dimasa yang akan datang. Meskipun kejadianya sama tapi waktu, tempat,maupun tokoh yang mengalami peristiwa sejarah tersebut sudah berbeda. Jadi bukan bagaimana kita menyadari bahwa suatu peristiwa sejarah pernah terjadi sebelumnya, tetapi yang terpenting adalah kita pernah belajar sejarah masa lampau dan dari peristiwa masa lampau tersebut terdapat kesalahan-kesalahan, dan jangan sampai kita mengulangi kesalahan tersebut dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.
Sifullah (1982: 37,39) pendidikan harus diarahkan kepada anak agar padanya ada kesadaran pribadi dan kesadaran bertanggungjawab akan segala akibat tingkat perbuatanya. Usaha pendidikan harus diarahkan ke pengembangan pada diri anak manusia kesegala segi kehidupan pribadinya, baik segi mental, moral, spirit ataupun segi phisik-jasmaniahnya dan juga inteleknya sehingga mereka mampu mengambil bagian yang aktif dalam kehidupan sehari-hari seefektif dan seefisien mungkin.
Mata pelajaran sejarah merupakan bagian dari ilmu karena sejarah memang memenuhi syarat-syarat sebagai ilmu. Maka dari itu sejarah sudah dapat dijadikan sebagai salah satu bagian dari pendidikan, jadi sudahlah jelas bahwa mata pelajaran sejarah bukanya hanya sekedar hanya dijadikan wawasan. Tetapi dengan adanya wawasan sejarah siswa mempunyai kesadaran untuk bertindak lebih baik dari masa sebelumnya. Jadi selain kemampuan intelektualnya dalam menguasai materi-materi sejarah tetapi siswa juga mampu mengembangkan dirinya dalam segala segi kehidupan pribadinya, baik mental, moral, spirit, maupun segi fisik.
Sejarah sebagai bidang pengetahuan yang memuat pengetahuan tentang berbagai peristiwa lampau dalam perjuangan suatu bangsa dapat merupakan sumber pelajaran mengenai berbagai peristiwa yang dapat mencerminkan penerapan berbagai nilai sebagai nampak dalam tekad ,tindakan,dan perjuangan para pendahulu kita pada berbagai kurun sejarah. Melalui pelajaran sejarah ,anak didik dapat diajak juga memperoleh ispirasi dan imajinasi bagaimana tokoh pergerakan nasional meninggalkan kenikmatan hidup dalam bekerja dengan Belanda dan memilih dibuang dan dipenjara demi kemerdekaan bangsa. Melalui pelajaran sejarah anak didik belajar pula mengapa Indonesia sampai dijajah begitu lama, dan tidak untuk mengulangi sejarah suram tersebut, yaitu sikap mengutamakan ketenaran dan keenakan pribadi diatas kepentingan persatuan dan kejayaan bangsa. Melalui pelajaran sejarah anak didik atau peserta didik dapat juga diajak serta menyaksikan betapa nilai kemanusiaan yang adil dan beradab tidak dimiliki bangsa akibat penjajahn dan betapa nilai yang sama telah membakar semangat dan mengobarkan api perjuangan merebut kembali kemerdekaan (Soedijarto,1989:140).
Dari beberapa uraian diatas jelaslah bahwa pelajaran sejarah bukan hanya sebagai wawasan yang menjadikan seseorang pandai dengan menguasai sejarah negerinya. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana anak didik mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung didalam sebuah peristiwa sejarah. Bagaimana nila-nilai tersebut dia gunakan sebagai pedoman untuk bertingkah laku dimasa yang akan datang. Wawasan sejarah yang luas tidak akan ada artinya jika kita tidak diimbangi degan kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah yang dimaksud disini adalah kesadaran untuk mengambil nila-nilai positif dari sebuah peristiwa sejarah dan kemudian menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari bahkan sebagai pedoman untuk bertindak dimasa sekarang maupun masa depan.
Dengan mempelajari sejarah, kita secara tidak langsung juga diajarkan bagaimana menempatkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bangsa dan negara. Kita juga belajar bahwa jangan sampai kesalahan-kesalahan yang terjadi dimasa lampau terulang dimasa kini maupun masa yang akan datang. Dan melalui pelajaran sejarah pula siswa dapat memahami mengenai persatuan dan kesatuan serta betapa pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. Begitu banyak fungsi mata pelajaran sejarah yang secara tidak langsung jika kita mau menghayati dan melaksanakan kedalam kehidupan kita. Sejarah bukan lagi berisikan hafalan-hafalan dan bukan pula sekedar ceramah-ceramah yang membuat siswa bosan. Lebih dari itu banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat kita pelajari dan kita praktekkan kedalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
Pelajaran sejarah oleh peserta didik dapat digunakan sebagai sumber untuk memperoleh inspirasi, pengetahuan, dan imajinasi tentang nila-nilai perjuangan bangsa yang telah mendorong perjuangan dan menjadi landasan bertindak dari pendahulu kita. Melalui pendidikan sejarah para pelajar diharapkan dapat mencapai tingkatan lebih dari hanya memperoleh inspirasi, pengetahuan, dan imajinasi tentang nilai-nilai perjuangan,yaitu menjadikan nilai-nilai itu sebagai miliknya, bagian dari sistem nilai yang dianutnya, menjadi dasar acuan dalam bertindak dan bertingkah laku. Proses menjadikan nilai sebagai bagian dari seseorang disebut proses internalisasi (Soedijarto,1989:144).
Dari uraian-uraian diatas jelaslah bahwa yang terpenting dalam pembelajaran sejarah adalah bagaimana siswa menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah dan dijadikan sebagai landasan untuk bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik. Dengan pelajaran sejarah kita dapat memperoleh sumber pengetahuan yang luas, memiliki wawasan sejarah yang luas. Tetapi mata pelajaran sejarah bukan hanya sebagai wawasan tanpa adanya kesadaran untuk mengambil nilai-nilai positif dari peristiwa masa lampau untuk dijadikan pegangan hidup dan tidak mengulangi kesalahan dimasa lampau.
Dengan adanya kesadaran sejarah,mengambil nilai-nilai positif dari pelajaran sejarah dan menjadikan nilai-nilai tersebut menjadi pegangan hidup, diharapkan siswa tersebut memiliki kemantapan dalam hidupnya. Tidak mengalami kegelisahan serta kegoyahan dalam hidupnya.Karena seorang pribadi yang memiliki pegangan hidup yang mantap akan dengan tenang menghadapi segala masalah yang ditemuinya (Soedijarto,1989:129).










2.2       Sikap Pendidik Dalam Menyeimbangkan Wawasan Sejarah Dan Kesadaran Sejarah Anak Didiknya
Posisi pelajaran sejarah bagi pengembangan identitas bangsa. Namun perlu disadari bahwa arti penting pelajaran sejarah itu tidak dengan sendirinya berkembang tanpa usaha untuk mewujudkanya. Diperlukan suatu perjuangan yang tak kunjung berhenti untuk menumbuhkan suatu kesadaran yang disebut kesadaran sejarah, yang merupakan landasan bagi timbulnya tanggungjawab sejarah yang tidak lain daripada tanggungjawab tiap generasi untuk menjawab tuntutan jaman pada waktu mana generasi itu hidup. Untuk itu, dengan sendirinya diperlukan pendukung-pendukung yang sanggup menunjang usaha-usaha ke arah pengembangan kesadaran serta tanggungjawab sejarah itu. Dalam hal ini, kiranya pendukung yang punya posisi sangat menentukan adalah guru sejarah sebab merekalah yang berhadapan langsung dengan murid-murid yang merupakan salah satu sasaran utama bagi penanaman nilai-nilai historis yang diinginkan (Widja,1989:14).
Dalam kenyataan posisi mata pelajaran di sekolah dewasa ini bukan merupakan mata pelajaran favorit dan populer, serta dianggap mata pelajran hafalan yang menjemukan. Sejarah kurang diminati siswa, karena dianggap kurang bermanfaat bagi masa depan dan tidak penting dalam dunia kerja. Keterpurukan posisi pelajaran sejarah akan bertambah manakala guru sejarahnya kurang menguasai substansi materi, sedang metode pembelajaran kurang efektif dan kreatif. Apalagi sejarah bukan termasuk materi yang diajarkan dalam Ebtanas (Issom,25).
Dengan posisi mata pelajaran sejarah yang memang kurang diminati siswa, guru sejarah sebagai pemegang kendali dalam proses pembelajaran sejarah harus bekerja lebih baik lagi. Dia harus pandai menarik minat siswa agar selalu merasa nyaman dan tertarik dalam proses pembelajran sejarah. Dan jika ini berhasil usaha guru sejarah yang harus dia lakukan adalah bagaimana dengan kenyamanan dan ketertarikan siswa terhadapa mata pelajaran sejarah siswa tersebut mampu menumbuhkan kesadaran sejarah didalam dirinya.Dengan begitu tujuan guru dalam menyeimbangakan antara wawasan sejarah dan kesadaran sejarah pasti akan berhasil.
Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa hendaknya sejarah jangan hanya dijadikan sebagai wawasan sejarah tanpa kesadaran sejarah. Yang dimaksud dengan kesadaran sejarah disini adalah bagaimana peserta didik mampu menginternalisasi nilai-nilai dari sutu peristiwa sejarah dan dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak. Nilai-nilai tersebut dapat kita peroleh salah satunya melalui pendidikan sejarah. Maka dari itu hendaknya pelajaran sejarah harus memuat pendidikan nilai. Sedangkan arti dari pendidikan nilai adalah proses yang direncanakan oleh pendidik atau lembaga pendidikan untuk dialami oleh anak didik atau peserta didik agar terjadi proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang dicita-citakan agar nilai-nilai tersebut menjadi bagian dari pribadi peserta didik (Soedijarto,1989:128).
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam mengantisipasi masa depan, karena pendidikan selalu diorientasikan pada penyiapan peserta didik untuk berperan dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai pewarisan budaya dari satu generasi ke genarasi yang lain. Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik (Tirtarahardja&Sulo,2008:33-35).
Begitu juga dengan pendidikan sejarah, peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lampau dapat dijadikan dasar atau pedoman dalam berperilaku dimasa yang akan datang. Pendidikan sejarah dapat digunakan sebagai pewarisan budaya, ketika membahas sejarah yang berhubungan dengan kebudayaan secara tidak langsung kita dapat mewarisi kebudayaan yang berkembang dimasa lampau. Melalui peristiwa sejarah masa lampau diharapkan peserta didik mampu mengambil nila-nilai positif dan menginternalisasikan kedalam kehidupannya sehingga terbentuk pribadi yang baik. Pelajaran sejarah dapat berfungsi sebagai sarana belajar bagaimana cara menjadi warga negara yang baik mendahulukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi. Banyak sekali hal-hal yang dapat kita peroleh dalam pembelajaran sejarah, selain wawasan yang luas setidaknya kesadaran sejarah harus benar-benar dilaksanakan. Tetapi utuk mencapai tujuan tersebut diperlukan cara belajar dan mengajar yang memadai untuk mencapai tujuan.
Didalam praktek pendidikan di sekolah yang sering terjadi adalah pendidikan yang hanya terbatas pada suatu proses informasi, yaitu proses pennyampaian informasi dari pihak pendidik dan proses penerimaan informasi dari pihak anak didik atau peserta didik. Proses yang demikian sering disebut sebagai proses mengajar-belajar dan belum sampai kepada proses pendidikan dalam arti sesungguhnya. Dengan kata lain pengertian pendidikan sesungguhnya adalah terciptanya suasana, lingkungan, dan interaksi belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai (Soedijarto,1989:128).
Berbagai nilai yang dapat dipetik melalui proses belajar sejarah merupakan nilai yang dapat mengilhami para pelajar serta membangkitkan imajinasi tentang penting dan mutlaknya melaksanakan nilai-nilai tersebut. Timbulnya perasaan atau pandangan tentang pentingnya suatu nilai tidak dengan sendirinya dapat diartikan sebagai telah tertanam atau telah mempribadinya nilai tersebut dalam diri pelajar yang bersangkutan. Untuk itu setiap pendidik dalam proses pendidikan sejarah disamping harus terampil dalam menggali nilai-nilai yang tersirat maupun tersurat dalam setiap episode sejarah. Harus juga meyakini kebenaranya dan dapat menularkan sikapnya itu ke dalam pribadi anak didik (Soedijarto,1989:143-144).
Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkanya serta senantiasa mengembangkanya dalam arti meningkatkan kemampuanya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Guru sejarah dituntut memiliki semangat dan gairah yang tinggi serta kemampuan melibatkan siswa dalam dimensi proses berfikir masa lampau, masa kini, dan masa depan. Guru senantiasa dituntut agar senantiasa memperluas dan memperkaya wawasan dan cakrawalanya dengan mempelajari buku-buku sumber yang berkualitas, memiliki kejelian dan sikap kritis (Issom,25).
Tetapi tidak cukup hanya dengan itu, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuanya ialah guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru,yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa (Usman,1990:9).
Jadi dalam pembelajaran sejarah guru harus menguasai materi-materi yang akan diajarkanya. Guru sejarah harus menyampaikan fakta-fakta sejarah kepada peserta didik. Dengan begitu tujaan pembelajaran sejarah sebagai sebuah wawasan akan tercapai. Usman(1990:7) karena bagaimanapun juga guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingungan kelas yang efektif dan akan lebih mampu megelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Tetapi tidak hanya cukup dengan itu, untuk membangkitkan kesadaran sejarah peserta didik, guru harus mampu mendorong siswa berperilaku baik, bercermin pada peristiwa sejarah masa lampau.
Guru sejarah hendaknya juga mempunyai keahlian tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Selalu memperhatikan aspek-aspek emosionil didalam perkembangan anak. Guru sejarah harus mampu membimbing peserta didik untuk berfikir kritis. Kritis dalam menjelaskan berbagai permasalahan sejarah, menentukan dan menafsirkan nilai-nilai dengan memeriksa bukti-bukti yang ada, dan membuat kesimpulan harus berdasarkan kenyataan. Mengajarkan kesetiaan kepada keluarga, masyarakat setempat, dan tanah air hendaknya dilakukan secara istimewa. Kesetiaan disini tidak perlu berpihak, dimana peserta didik mampu mengembangkan pengertian tentang hubungan diantara keluarga-keluarga lainya, masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainya, serta bangsanya dengan bangsa yang lainya. Jadi dengan demikian, peserta didik mengerti bahwa ada hal saling ketergantungan dan tujuan-tujuan bersama itu sebagai unsur-unsur kesetiaan (Hiil,1956:139).
Seorang guru sejarah harus mampu memahami anak didiknya. Dia harus mampu membimbing anak didiknya agar bersifat kritis. Karena melalui pelajaran sejrah inilah guru harus mampu menjadikan seorang anak kritis dalam segala hal. Menafsirkan sesuatu harus berdasarkan bukti-bukti yang ada. Menarik kesimpulan dari suatu masalah harus berdasarkan pada kenyataan. Jelaslah dengan pelajaran sejarah seorang anak di didik agar selalu berkata jujur, harus pada kenyataan hal ini juga berkaitan pada cerita-cerita sejarah yang disusun secara kronologis berdasarkan fakta-fakta yang ada. Melalui pelajaran sejarah pula guru hendaknya melatih siswanya agar tidak berfikir memihak, artinya tidak berat sebelah. Karena pelajaran sejarah menjadikan seseorang akan berperilaku arif dan bijaksana.
Selain itu guru hendaknya selalu memperingatakian siswa mengenai hari-hari besar nasional. Contohnya ketika guru membahas mengenai sejarah kebangkitan nasional, pasti guru selalu menyinggung masalah hari kebangkitan nasional. Dimana hari kebangkitan nasional merupakan bagian dari hari-hari besar nasional. Hari-hari besar itu perlu diperingati dengan maksud mengingatkan kembali hikmah yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Jadi memperingati bukan sekedar merayakan, tetapi mengambil pelajaran dari peristiwa yang diperingati. Namun dalam merayakan hari besar nasional, tata cara peringatan disesuaikan dengan sifat dan coraknya. Suasana kekhidmatan, kebesaran, dan meriah adalah corak umum dari tata cara untuk memperingati hari-hari besar nasional tersebut (Labboratorium Pancasila IKIP Malang, 1982:49).
Setidaknya siswa tahu mengenai hari-hari besar nasional dan lebih-lebih diharapkan siswa juga ikut berpartisipasi dalam peringatan hari-hari besar nasional, meskipun tidak secara langsung tetapi tetap menjunjung nilai-nilai luhur sejarah bangsa dengan tetap menghargai sejarah bangsa dan mau menerapakan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupanya sehari-hari sehingga membentuk pribadi yang baik. Yang terpenting bukanlah bagaimana cara kita memperingati tetapi bagaimana kita mampu berpartisipasi untuk tetap mengingat sejarah bangsa dan menanamkan jiwa nasionalisme serta menyerap nilai-nilai luhur dari sejarah bangsa.
Seorang siswa diharapkan ketika mempelajari sejarah mampu meresapi, menghayati, dan mengamalkan suatu nilai itupun tidak dapat dicapai melalui suatu proses sehari, apalagi melalui satu atau dua jam pelajaran, melainkan memerlukan suatu proses yang panjang dan terus menerus. Mungkin anak didik yang cerdas dapat secepanya menjelaskan peristiwa-peristiwa sejarah dan komentar tentang peranan sikap mengutamakan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa. Cukup jelas kiranya bahwa kemampuan terakhir ini bukan merupakan tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui pendidikan sejarah (Soedijarto,1989:139).
Dalam meresapi, menghayati dan mengamalkan nilai hasil dari pembelajaran sejarah membutuhkan waktu yang tidak  cepat. Maka dari itu dalam proses pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses yang terus menerus dalam kehidupan individu. Karena proses belajar terus menerus tidak hanya terbatas pada membaca, menulis dan berhitung di sekolah (Cropley,1973:19). Yang terpenting adalah bagaimana siswa mampu mempergunakan alatnya yaitu nila-nilai yang telah ia resapi sehingga ia jadikan pandangan serta pedoman dalam hidupnya.



                                                                                 




BAB 3
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Pelajaran sejarah tidak cukup hanya dijadikan sebagai wawasan sejarah. Dalam mempelajari sejarah juga diperlukan kesadaran sejarah. Kesadaran untuk menghayati nila-nilai dari sebuah peristiwa sejarah dan kemudian mnerapakanya kedalam diri yang selanjutnya akan membentuk kepribadian yang baik. Yang terpenting adalah kita dapat belajar dari peristiwa sejarah dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Untuk itu juga diperlukan seorang guru sejarah, selain berwawasan sejarah yang luas diharapkan seorang guru sejarah harus mampu menyampaikan kisah-kisah sejarah dan peserta didiknya mampu menerimanya dan menyerap nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan menerapkanya kedalam kehidupan mereka agar menjadi pribadi yang baik.

3.2       Saran
Harus ada upaya sadar dari pendidik maupun peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran sejarah.Agar tujuan dari pembelajaran sejarah tidak terbatas hanya pada tercapainya wawasan sejarah yang luas, namun juga diimbangi dengan kesadaran sejarah. Selain pendidik yang harus pandai dalam memotivasi peserta didiknya mengenai kesadaran sejarah tetapi juga harus ada kesadaran yang timbul dari dalam diri peserta didik untuk senantiasa menginternalisasikan nilai-nilai dari pelajaran sejarah yang mereka dapatkan.





DAFTAR RUJUKAN
Cropley,A.J. 1973. Pendidikan Seumur Hidup (Drs.M.Sardjan Kadir Ed.). Surabaya: Usaha Nasional
Hiil,C.P. Tanpa Tahun. Saran-Saran Tentang Mengajadjarkan Sedjarah. Terjemahan Haksan Wirasutisna. 1956. Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P dan K.
Issom,Sri Syamsiar.Permasalahn Sekitar Pembelajaran Sejarah Di Sekolah. Kontroversi Sejarah Orde Baru. (Online),
Laboratorium Pancasila IKIP Malang. 1982. Pendidikan Moral Pancasila. Jakarta: Kurnia Esa
Saifullah,Ali. 1982.Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan. Jakarta: Usaha Nasional
Sodijarto,M.A. 1989. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka
Tirtarahrdja,Umar & Sulo,La. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Usman,Moh.Uzer. 1990. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
Wija,I Gede. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan